Connect with us

Bisnis

CEO Tiktok Menemui Zulhas dan Luhut, INDEF Desak Pemerintah Menetapkan Aturan Pajak Sosial Commerce

Published

on

Chief Executive Officer (CEO) TikTok Shou Zi Chew [bbc]
Chief Executive Officer (CEO) TikTok Shou Zi Chew [doc: bbc]

Jakarta, Bindo.id – Chief Executive Officer (CEO) TikTok Shou Zi Chew beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan dengan beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju.

Shou mengadakan pertemuan bersama Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Selain itu, dirinya juga bertemu dengan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

Pertemuan ini digelar selama dirinya melakukan kunjungan ke Indonesia

Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyebutkan beberapa pertemuan Shou dengan sejumlah menteri menunjukkan bahwa Tiktok telah membuat Indonesia menjadi salah satu sumber bisnis utamanya yang ada di Asia.

Menurutnya, jumlah pengguna Tiktok telah mencapai 125 juta orang tiap bulannya. Jumlah ini merupakan jumlah yang terbesar di wilayah Asia Tenggara.

“Tiktok tentu melihat perkembangan bisnis Tiktok Shop yang tumbuh luar biasa di Indonesia,” tutur Nailul, Rabu (21/6/2023).

Ini merupakan peluang yang akan digarap oleh mereka sebab potensi bisnis e-commerce dan social commerce sangatlah besar dan terus bertumbuh.

Banyak pelaku usaha yang mulai menggunakan transaksi melalui TikTok Shop sebab dianggap murah serta memperoleh hasil yang besar.

Walaupun memiliki potensi untuk mengerakkan sektor usaha, Nailul mengimbau pemerintah agar membuat regulasi yang adil untuk seluruh pelaku di industri e-commerce.

Terlebih aturan yang berhubungan dengan regulasi perpajakan.

Berbisnis memakai platform e-commerce Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, serta Blibli saat ini sudah dikenakan pajak.

Sedangkan penjualan melalui social commerce misalnya Tiktok Shop belum dikenakan pajak.

“Selama ini transaksi melalui social commerce terkesan cari aman karena belum adanya regulasi yang mengatur pungutan pajak secara menyeluruh,” ujarnya.

Asumsinya, social commerce sering menjadi substitusi platform jual beli, semestinya mereka ada di industri yang sama dengan e-commerce.

Baca Juga  Mendag Zulhas Komitmen Berikan Dukungan Film Indonesia Go Internasional

“Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan harus memastikan regulasi seperti pajak untuk e-commerce dan social commerce fair,” ujarnya.

Semestinya keduanya diperlakukan di level field yang sama.

Analis Mirae Asset Sekuritas Jennifer A Harjono menuturkan fenomena shoppertainment atau shopping entertainment yang telah diasosiasikan dengan social commerce kian marak dengan adanya kemudahan bagi pengguna sosial media.

“Karena terintegrasi dengan sosial media, Tiktok (social commerce) lebih mudah menyesuaikan behavior usernya lewat konten yang disajikan di for you page user untuk mentrigger keinginan belanjanya,” tuturnya.

Hal ini membuat Tiktok menjadi social commerce terbesar yang eksistensinya kian meningkat.

Jennifer menanggapi harga produk yang ditawarkan di Tiktok cukup rendah jika dibandingkan dengan pangsa pasar yang hampir sejenis dengan Shopee.

“Seharusnya transaksi melalui social commerce diatur setara dengan platform jual beli lainnya,” ujarnya.

Sebab platform ini juga mendapatkan untung dan pasar yang sejenis.

Data pengguna Tiktok berada di posisi kedua tertinggi di dunia usai Amerika Serikat. Data pengguna di Amerika Serikat sebanyak 112,97 juta pada April 2023.

Tiktok saat ini meluaskan pasarnya ke social commerce. Pangsa pasar tiktok sama dengan e-commerce.

Berdasarkan data Social Commerce 2022 oleh DSInnovate terdata pasar social commerce di Indonesia sebesar USD 8,6 miliar dengan estimasi pertumbuhan tahunan sebanyak 55 persen.

Kondisi ini diprediksi mencapai angka sebesar USD 86,7 miliar di tahun 2028.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion