Connect with us

Hukum & Kriminal

Mantan Pimpinan KPK Dan Koordinator MAKI Tanggapi Penghentian Perkara Izin Tambang Nikel Konawe Utara

Published

on

Mantan Pimpinan KPK Laode M Syarif [kumparan]

Jakarta, Bindo.id – Masih jadi tanda tanya tentang Surat perintah penghentian penyidikan (SP3) pada dugaan korupsi izin pertambangan nikel di Konawe Utara diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mantan Pimpinan KPK Laode M Syarif menuturkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman tak layak dihentikan penyidikannya.

“Kasus itu tidak layak untuk diterbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan, red.) karena kasus sumber daya alam yang sangat penting, dan kerugian negaranya besar,” ujar Laode dilansir dari kompas.com, Minggu (28/12/2025).

Kata Laode, KPK pada periode kepemimpinannya telah menemukan cukup bukti tentang dugaan suap kasus pemberian izin tambang di Konawe Utara.

Ia mengatakan saat itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sedang melakukan penghitungan jumlah kerugian keuangan negaranya.

“Makanya sangat aneh kalau KPK sekarang menghentikan penyidikan kasus ini,” ungkap Laode.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman kecewa pada langkah yang diambil KPK tersebut. Menurutnya, kasus tersebut sudah ada tersangkanya, yaitu mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman.

Akan tetapi, ketika Aswad akan ditahan, dirinya disebut sengaja sakit sehingga batal ditahan KPK.

“Saya menyesalkan penyetopan itu, karena dulu sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap. Dan ketika tersangkanya mantan bupati, ketika mau ditahan, menyakitkan diri sehingga tidak jadi ditahan. Padahal saya punya data dia habis itu bisa ikut kampanye, bisa test drive mobil toyota,” tutur Boyamin, Minggu.

“Aswad sangat sehat, terbukti mampu berdiri dan beli mobil baru pasca tidak jadi ditahan KPK,” lanjutnya sambil menunjukkan foto Aswad membeli mobil.

Kata Boyamin, akan berkirim surat kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) supaya mereka saja yang menangani perkara itu.

Baca Juga  KPK Tanggapi 100 Caleg Terlibat Transaksi Mancurigakan Rp .51 T

“Yang kedua, saya sudah berkirim surat dengan Kejagung untuk menangani perkara ini. Untuk memulai penyidikan baru atau mulai penanganan baru,” ujarnya.

Ia akan menempuh praperadilan tentang penyetopan kasus ini. Jika Kejagung cepat menangani perkara yang disetop KPK tersebut, maka Boyamin tak akan jadi menempuh upaya praperadilan.

Boyamin juga menyentil KPK yang menurutnya terlalu lemot dan ‘telmi’.

“Dan juga sebenarnya KPK itu agak memang lemot, agak telmi, telat mikir, terhadap perkara-perkara yang sebenarnya bisa ditangani korupsi. Nah kasus tambang itu kan kalau Kejagung berani, nikel, timah berani,” ujarnya.

KPK terkendala hitung kerugian negara

Kata KPK, kasus dugaan korupsi tambang nikel yang menyeret nama Bupati Aswad Sulaiman dihentikan sejak 2024 sebab ada kendala penghitungan kerugian negara.

“Benar. Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat, karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3 (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” tutur Budi, Minggu.

Budi juga menyinggung kasus perkara izin tambang yang sudah kedaluwarsa. Ia mengatakan SP3 perlu diberikan supaya ada kepastian hukum pada pihak-pihak terkait

“Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” tuturnya.

Kata Budi, pemberian SP3 sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas serta kewenangan KPK yang diatur di Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019.

Ia menyebutkan KPK mengutamakan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, serta penghormatan pada hak asasi manusia.

Konstruksi perkara izin tambang Konawe Utara

Mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, menjadi tersangka pada tanggal 3 Oktober 2017 oleh KPK.

Mantan penjabat Bupati periode 2007-2009 tersebut diduga telah menerima suap senilai Rp 13 miliar. Perbuatan tersebut juga diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,7 triliun.

Baca Juga  Firli Bahuri Sudah Kirimkan Surat Pengunduran Dirinya Ke Presiden Jokowi

Suap senilai Rp 13 miliar diduga telah diterima Aswad tentang pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, dan izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara.

“Indikasi penerimaan itu terjadi dalam rentang waktu 2007-2009, atau pada saat yang bersangkutan menjadi penjabat bupati,” tutur Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di Gedung KPK, Selasa, 3 Oktober 2017 silam.

Kabupaten Konawe Utara termasuk wilayah pemekaran di Provinsi Sulawesi Tenggara. Konawe Utara punya potensi hasil tambang nikel, yang sebagian besar dikelola PT Antam.

Awalnya, di tahun 2007 Aswad diangkat jadi penjabat Bupati Konawe Utara. Sejak saat itu, Aswad diduga secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT Antam yang ada di Kecamatan Langgikima dan Kecamatan Molawe, Konawe Utara.

Pada keadaan pertambangan masih dikuasai PT Antam, Aswad menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari 8 perusahaan pertambangan.

Aswad secara sepihak diduga menerbitkan 30 SK kuasa pertambangan eksplorasi. Diduga, saat itu Aswad telah menerima uang dari masing-masing perusahaan.

Dari semua kuasa pertambangan yang diterbitkan, KPK mengatakan beberapa di antaranya sudah diteruskan hingga tahap produksi serta melakukan penjualan ore nickle (ekspor) sampai tahun 2014.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion