Connect with us

Bisnis

Pemerintah Kembali Izinkan Ekspor Pasir Laut Usai 20 Tahun Lalu Telah Ditutup

Published

on

Ilustrasi aktivitas pengerukan pasir laut [greeners]
Ilustrasi aktivitas pengerukan pasir laut [greeners]

Jakarta, Bindo.id – Selama 20 tahun lalu ekspor pasir laut dilarang oleh pemerintah. Kini pemerintahan Presiden Joko Widodo melegalkan kembali ekspor pasir laut.

Pemerintah tetap menerbitkan peraturan tentang ekspor pasir laut meski sejumlah aktivis dan tokoh menolak.

Pelegalan ekspor pasir laut tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Pada ketentuan tersebut, pemerintah mengatur perencanaan, pengendalian, pemanfaatan, dan memonitoring hasil sedimentasi laut.

Sedimentasi laut adalah material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi. Material tersebut terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan.

Lembaga nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia berpendapat penerbitan PP tersebut sifatnya eksploitatif serta orientasinya pada bisnis.

Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan menuturkan penerbitan aturan baru tersebut hanya menjadi upaya pemerintah agar ekspor pasir laut legal. Hal ini mengingat selama ini kegiatan penambangan pasir telah berlangsung demi kepentingan dalam negeri.

“Patut diduga PP ini untuk melegalisasi ekspor pasir laut,” tuturnya, Senin (29/5/2023).

Padahal, abrasi saat ini tengah menjadi salah satu isu utama di wilayah pesisir. Perubahan iklim yang terjadi dianggap memberi dampak besar pada kehidupan masyarakat serta rusaknya sarana dan prasarana. Adanya regulasi ini bisa dipastikan abrasi akan semakin besar dan masif terjadi.

Abdi berpendapat semestinya pengendalian hasil sedimentasi di laut menjadi upaya agar dampak proses sedimentasi di laut dapat berkurang. Hal ini dilakukan supaya tak menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem yang ada di pesisir dan laut. Proses tersebut telah dilaksanakan alam secara berimbang.

“Manusialah yang menyebabkan perubahan yang mengarah ke dampak negatif,” ujarnya.

Menurutnya, yang harus dikendalikan bukan hasil sedimentasinya, namun penyebab sedimentasi tersebut yang harus dikendalikan.

Baca Juga  Prastowo Ungkap Bukti Hasil Hilirisasi Nikel Yang Berbuah Manis

PP Nomor 26 Tahun 2023 menerangkan bahwa pemerintah mengatur tentang kegiatan pengelolaan hasil sedimentasi laut. Pengelolaan tersebut diantaranya pembersihan yang dilaksanakan dengan kapal isap, pengangkutan, sampai ekspor.

Tanggapan dari Susi Pudjiastuti

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memberikan tanggapan tentang kebijakan baru tersebut lewat akun resmi Twitternya @susipudjiastuti, Minggu (28/5/2023).

Susi menuturkan kebijakan baru pemerintah tentang pemanfaatan pasir laut akan memberikan dampak kerugian lingkungan yang semakin besar. Dirinya berharap kebijakan baru tersebut dibatalkan oleh pemerintah.

“Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak,” isi unggahan Susi di akun Twitternya @susipudjiastuti, Senin (29/5/2023).

Kondisi ini jangan diperparah dengan adanya penambangan pasir laut.

Pasal 9 ayat 2 huruf d pada Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023 telah menerangkan pemanfaatan pasir laut yang berupa reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

“Sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan,” isi Pasal 9 ayat 2 huruf d Bab IV PP Nomor 26 Tahun 2023, dikutip pada Senin (29/5/2023).

Sejarah kelam tentang ekspor pasir laut mulai era Presiden Megawati Soekarno Putri sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berupa eksploitasi pasir laut meskipun dengan alasan pemanfaatan sedimentasi hasil keruk telah dilarang, terlebih orientasinya ekspor.

Pengerukan pasir laut yang dijual ke luar negeri pada saat itu menjadi kontroversi. Sebab aktivitas ini menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Hal ini berimbas pada nelayan yang menjadi terpuruk sebab merosotnya hasil tangkapan.

Dampak yang lebih ekstrem lagi yaitu ekspor pasir laut dapat menyebabkan pulau-pulau kecil tenggelam. Pulau-pulau kecil tersebut tenggelam sebab pasirnya telah dikeruk. Hal ini diperparah dengan adanya abrasi.

Baca Juga  33 Ruas Jalan Di Wilayah Jawa Timur Senilai Rp 925 miliar Diresmikan Presiden Jokowi

Dilansir dari Kompas, salah satu daerah yang banyak terjadi eksploitasi pasir laut berada di Kepulauan Riau. Mulai tahun 1976 sampai 2002, pasir yang berasal dari perairan Kepri dikeruk untuk proses reklamasi Singapura.

Volume ekspor pasir yang dikirim ke Singapura sebanyak 250 juta meter kubik per tahunnya. Pasir tersebut dibanderol senilai 1,3 dollar Singapura per meter kubik.

Padahal semestinya harganya bisa dinaikkan di posisi tawar yaitu sebanyak 4 dollar Singapura. Selisih harga tersebut menyebabkan Indonesia mengalami kerugian senilai 540 juta dollar Singapura atau setara Rp 2,7 triliun per tahun.

Pulau Nipa di Batam hampir tenggelam disebabkan abrasi usai pengerukan pasir secara besar-besaran yang diekspor ke Singapura. Padahal, pulau tersebut merupakan salah satu penanda perbatasan Indonesia dan Singapura.

Walaupun sudah dilarang mulai 2003, ekspor pasir laut ke Singapura masih tetap berlangsung secara ilegal. Ekspor ilegal ini berlangsung sampai tahun 2012.

Penyebabnya yaitu harga pasir di Singapura jauh lebih mahal 2 kali lipat jika dibandingkan dengan harga di dalam negeri.

Dikutip dari Mothership, impor pasir laut yang berasal dari Indonesia menyebabkan Singapura mengantongi untung yang berlipat. Luas daratan Singapura sebelum merdeka dari Malaysia yaitu seluas 578 kilometer persegi. Kini luas Singapura telah bertambah menjadi 719 kilometer atau bertambah sebanyak 25 persen lebih.

Diteken oleh Jokowi

Regulasi yang baru diteken oleh Jokowi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023, maka hal tersebut secara otomatis telah mencabut tentang ketentuan larangan ekspor pasir laut yang telah diatur pada Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002.

Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 berisi tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahan Pasir Laut.

Secara tak langsung, Jokowi juga mengugurkan aturan lainnya, yaitu Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 177 Tahun 2003.

Baca Juga  Komisi IX DPR RI Tanggapi Tentang Surat Jokowi Larang Pejabat Buka Bersama

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 177 Tahun 2003 berisi tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.

Pada aturan tersebut juga telah diterangkan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha agar bisa mengekspor pasir laut.

Kewajiban tersebut diantaranya kepemilikan izin pemanfaatan pasir laut dan izin berusaha untuk menunjang kegiatan usaha pada bidang ekspor.

“(Perizinan berusaha) diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari menteri,” isi pasal 15 butir 4.

Pada pasal 15 butir 4 juga tertulis dikenakan bea keluar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ada juga pengaturan tentang kriteria para pelaku usaha saat mengajukan permohonan izin pemanfaatan pasir laut. Kriteria tersebut diatur pada pasal 15 butir 5.

Ekspor pasir laut telah diberhentikan pemerintah sejak 2003. Salah satu yang menjadi alasan utama ekspor tersebut ditutup yaitu kerusakan lingkungan yang disebabkan dari aktivitas penambangan pasir laut.

Hal ini sesuai dengan pertimbangan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117 Tahun 2003.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion