Connect with us

Hukum & Kriminal

Unsur Kerjasama AG dan Mario Dandy Pada Putusan Hakim Dipertanyakan Oleh Ahli Pidana

Published

on

Terdakwa anak AG (15) pada kasus penganiayaan Cristalino David Ozora [jawapos]
Terdakwa anak AG (15) pada kasus penganiayaan Cristalino David Ozora [jawapos]

Jakarta, Bindo.id – Sekjen MAHUPIKI (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia) Ahmad Sofian menuturkan terdakwa kasus penganiayaan D (17) yaitu AG (15) dan Mario Dandy (20) tak ada unsur kerja sama.

Hal tersebut telah disampaikannya pada Webinar “Membedah Putusan Tingkat Pertama dan Banding kasus Anak AGH” yang digelar pada hari Minggu (7/5/2023).

“Apakah benar penerapan ajaran penyertaan dalam pertimbangan hukum hakim?” ujar Dosen Hukum Pidana Binus University.

Pada salah satu putusan AG, tertulis bahwa AG terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang telah diatur pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penyertaan.

Pada Pasal 55 ayat (1) poin 1 tertulis dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana: orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. Menurut Ahmad, Pasal 55 ayat (1) kurang tepat diterapkan pada kasus pengadilan AG.

“Karena AG tidak dalam konteks melakukan, makanya ajaran kausalitas kurang tepat,” ujarnya.

Selain itu juga, dia berpendapat AG tidak dalam konteks menyuruh melakukan. Ahmad berpendapat usai membaca putusan hakim tingkat pertama dan tingkat kasasi, hakim memberikan kesimpulan AG ikut serta melakukan tindak pidana dengan Mario Dandy dan juga Shane Lukas (19).

Akan tetapi, Ahmad menuturkan tak ada bukti yang mengindikasikan bahwa AG secara sadar bersama dengan Mario Dandy dan Shane Lukas telah melakukan penganiayaan berat

“Pertimbangan hukum hakim yang tercantum dalam halaman 155-157 menyimpang secara fundamental,” tuturnya.

Menurutnya, penyimpangan terjadi saat memberikan tafsir terhadap ‘bersama-sama atau bekerjasama’ sebagaimana diatur pada Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Ahmad menyebutkan bahwa hakim juga tak bisa membuktikan sikap batin jahat (kesengajaan) AG tentang merencanakan penganiayaan dengan cara rencana mengembalikan kartu pelajar milik D. Dia berpendapat ide penganiayaan tersebut ada pada diri Mario, bukan pada diri AG.

Baca Juga  Hakim Jatuhkan Vonis 3,5 Tahun di LPKA, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan AG

“Jadi menurut saya, pelaksanaan tindak pidana enggak ada. Dibantah oleh pengacara dalam memori bandingnya bahwa AG tidak ikut dalam rekam,” ujarnya.

Pada putusan, tuntutan AG melakukan perekaman pada bagian akhir. Jadi dianggap ikut merekam, tafsiran hakim, AG mempunyai kontribusi pada tindakan penganiayaan, dilansir dari kompas.

AG merupakan remaja yang masih menjadi siswi Sekolah Menengah Atas (SMA). Dirinya dianggap sudah melakukan pelanggaran Pasal 355 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Memperhatikan UU RI nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pasal 355 Ayat 1 serta peraturan perundang-undangan lain,” ujar Hakim Tunggal Sri Wahyuni Batubara saat membacakan putusan AG.

Dalam putusan tersebut menyatakan:

Satu, AG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ikut serta dalam melakukan penganiayaan berat dengan merencanakan terlebih dulu seperti pada dakwaan pertama primer.

Dua, menjatuhkan pidana kepada AG dengan pidana penjara yaitu selama 3 tahun 6 bulan. Hukuman pidana penjara tersebut dilaksanakan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion