Connect with us

Ekonomi

Cek Fakta Transaksi Janggal Yang Dilaporkan PPATK ke Kemenkeu

Published

on

Kepala PPATK Ivan Yustiavanda, Menkeu Sri Mulyani, Menko Polhukam Mahfud MD Tentang Transaksi Janggal Sebesar Rp 349 Triliun [kompas]
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda, Menkeu Sri Mulyani, Menko Polhukam Mahfud MD Tentang Transaksi Janggal Sebesar Rp 349 Triliun [kompas]

Jakarta, Bindo.id – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kirimkan sebanyak 300 surat ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kiriman surat tersebut terkait dengan temuan transaksi mencurigakan yang jumlahnya mencapai Rp349 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dari 300 surat tersebut, ada satu surat yang nilai transaksi paling besar. Transaksi tetsebut sebesar Rp189 triliun. Di lain sisi, ada sebanyak 99 surat ditujukan ke Aparat Penegak Hukum (APH). Surat tersebut memuat nilai transaksi sebesar Rp74 triliun.

Fakta laporan PPATK

Berikut ini fakta 300 surat yang diberikan kepada Kemenkeu:

1. Dari total sebanyak 300 surat, 65 di antaranya tak ada kaitannya dengan Kemenkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dari 300 surat itu, sebanyak 65 surat isinya tentang transaksi keuangan dari perusahaan, badan atau perseorangan yang tak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu. Dirinya membeberkan jumlah transaksi di 65 surat tersebut toyalnya mencapai Rp253 triliun.

“Jadi transaksi ekonomi yang dilakukan badan atau perusahaan dan orang lain,” tuturnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).

PPATK mengirimkan surat tersebit ke Kemenkeu sebab berkaitan dengan tugas dan fungsi Kemenkeu termasuk, ekspor dan impor.

2. Satu surat yang nilai transaksinya sangat besar

Ada satu surat yang nilai transaksinya paling besar yaitu Rp189 triliun dari 300 surat yang dikirimkan. Dilansir dari CNNIndonesia, ditemukan satu surat yang paling menonjol dari PPATK. Surat tersebut bernomor 205/TR.01.2020 dikirimkan di bulan Mei 19 Mei 2020. Waktu itu covid sedang melanda.

“Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189 triliun. Bayangkan, tadi totalnya Rp340 triliun, dan ini satu surat saja Rp189 triliun,” tutur Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).

Baca Juga  Tito Karnavian ditunjuk Presiden Jokowi Sebagai Plt Menko Polhukam

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) diperintahkan oleh Sri Mulyani untuk mengadakan penyelidikan hasil temuan tersebut.

Hasil yang didapatkan yakni ada individu dan perusahaan dan nama orang yang tersangkut dengan transaksi sebesar Rp189 triliun tersebut. Ini merupakan transaksi dalam jangka waktu 2017 sampai 2019. Rentang waktu ini adalah sebelum pandemi.

Individu dan perusahaan yang tersangkut transaksi tersebut bergerak di bidang ekspor-impor, perhiasan dan bisnis penukaran uang (money changers).

“Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK by hand, melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut,” ujarnya.

3. Ada 99 surat dikirimkan kepada aparat penegak hukum terdapat nilai transaksi sebesar Rp74 triliun

Dari total 300 surat yang dikirimkan, ada 99 dikirimkan ke aparat penegak hukum (APH). Dalam surat tersebut memuat data transaksi sebesar Rp74 triliun.

“99 surat adalah surat kepada aparat penegak hukum. Nilai transaksinya Rp74 triliun,” ucapnya, Senin (20/3).

Akan tetapi dirinya tidak menjelaskan secara detail tentang transaksi triliun yang dilaporkan ke penegak hukum.

Dugaan Pencucian Uang

Sri Mulyani, Menko Polhukam Mahfud MD telah mengungkap ada transaksi mencurigakan dugaan pencucian uang temuan PPATK. Transaksi tersebut nilainya hingga Rp349 triliun. Dirinya menyebutkan transaksi janggal terkait dengan dugaan pencucian uang. Transaksi ini melibatkan pegawai Kemenkeu dan juga pihak luar. Dia menegaskan transaksi itu bukanlah korupsi.

“Ini bukan laporan korupsi tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan,” ujar Mahfud.

Saat itu Mahfud menyebut transaksi sebesar Rp300 triliun. Namun setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan tersebut sebesar Rp349 triliun. Mahfud meminta agar seluruh pihak tidak mengasumsikan Kemenkeu yang melakukan korupsi sampai Rp300 triliun. Dirinya berpendapat yang terjadi yakni adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga  Hak Angket Dan Gugatan Hukum Dapat Berjalan Beriringan, Ini Kata Mahfud MD

Dugaan pencucian uang yang dimaksud yakni tentang kepemilikan saham pada sebuah perusahaan, pembentukan perusahaan cangkang, memakai rekening memakai nama orang lain, bahkan kepemilikan aset dengan nama orang lain.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion