Connect with us

Kesehatan

Vape Dengan Perasa Dinilai Bahaya, WHO Minta Larang Pemakaiannya

Published

on

Rokok elektrik [trenasia]

Jakarta, Bindo.id – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendesak semua negara di dunia agar melakukan pelarangan pada vape beraroma maupun berasa.

WHO juga meminta vape beraroma maupun berasa juga diperlakukan seperti rokok.

WHO menyebutkan upaya mendesak dibutuhkan untuk melakukan pengendalian terhadap pemakaian rokok elektrik atau vape.

WHO menekankan hanya terdapat sedikit bukti yang menunjukkan bahwa vaping dapat membantu perokok berhenti. Selain itu, vape juga bisa mendorong kecanduan nikotin bagi non-perokok, terlebih anak-anak maupun remaja.

“Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin,” ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dilansir dari Reuters, Kamis (28/12/2023).

Badan PBB tersebut menuturkan bahwa produk rokok elektrik pada umumnya lebih terjangkau untuk kaum muda yang biasanya juga tak mempunyai peringatan kesehatan.

WHO mengumumkan perubahan, termasuk juga larangan seluruh rasa seperti mentol, serta penerapan langkah-langkah untuk pengendalian tembakau di vape. Termasuk juga pajak yang tinggi serta larangan pemakaian di tempat umum.

Di pasaran, vape hadir dengan berbagai rasa. Rasa vape ysng beredar antara lain permen karet, buah-buahan bahkan sereal anak-anak.

Ahli jantung Johns Hopkins Michael Blaha, M.D., M.P.H., melakukan pembahasan vape serta bahan e-liquid lainnya. Selain itu, pengaruhnya pada kesehatan, terlebih pada anak-anak maupun remaja juga dibahas.

Rasa hanya salah satu bahan pada liquid rokok elektrik. Vape biasanya memiliki kandungan nikotin serta banyak bahan tambahan maupun bahan kimia lainnya.

Bahkan koil pemanas, dapat memungkinkan cairan menjadi aerosol yang bisa dihirup, melepaskan zat kimia baru serta jejak logam yang akan masuk ke paru-paru pemakainya.

Sejumlah bahan tambahan yang ditemukan di e-liquid dinilai berbahaya, bahkan mematikan.

Misalkan, vitamin E asetat sudah diindikasikan pada EVALI, yang merupakan singkatan dari pemakai produk rokok elektrik atau vaping tentang cedera paru-paru.

Baca Juga  Status Kedaruratan Covid 19 Dicabut WHO, Pemerintah Fokuskan Untuk Memperkuat Sistem Kesehatan

Ini sebagai sindrom yang memiliki potensi fatal tentang vaping. Sindrom ini mengalami peningkatan di tahun 2019.

Vitamin E asetat diperbolehkan untuk dikonsumsi, namun berbahaya apabila dihirup.

“Tidak ada keraguan tentang hal itu. Beberapa hasil rontgen dada pasien EVALI menunjukkan tanda-tanda iritasi kimia berminyak pada paru-paru,” ujar Blaha dilansir dari website resmi John Hopkins Medicine.

“Jadi saat menghirup vape, kita tidak tahu apa yang ‘aman’. Anda mungkin bisa makan sesuatu dengan aman, tapi jika Anda menghirupnya, mungkin ada efek yang berbahaya,” terangnya.

Menghirup zat berbahaya bisa memberikan pengaruh yang lebih dari sekedar paru-paru.

Sejumlah orang yang memakai vape menggambarkan fenomena yang disebut dengan lidah vaper.  Fenomena ini mengakibatkan hilangnya sebagian atau semua kemampuan pengecapan yang terjadi secara tiba-tiba.

Dirinya juga sangat prihatin dengan pemakai rokok elektrik maupun vaping di kalangan anak muda.

Keprihatinannya juga tertuju pada peningkatan insiden vaping di kalangan anak-anak yang belum pernah merokok.

Anak-anak muda ini dinilai rentan menjadi kecanduan nikotin di perangkat vaping maupun rokok elektrik, sebab pilihan rasa yang memungkinkan mereka lebih tertarik pada vaping.

Blaha telah melakukan pengamatan bahwa daya tarik rasa vape, jija dibandingkan dengan bahan perasa itu sendiri, kemungkinan mempunyai bahaya yang lebih luas kepada masyarakat.

“Hal utama tentang rasa adalah rasanya menarik bagi kaum muda. Ada bukti bahwa anak-anak menyukai rasa seperti permen karet, buah, dan permen, serta suka mencoba rasa baru,” ujarnya.

Menurutnya, banyak anak muda, kemungkinan satu-satunya alasan mereka mencoba vape atau memakai rokok elektrik disebabkan mereka menyukai rasanya.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
Google News, YouTube, dan Dailymotion