Info Regional
Ditjen Hubud Dorong Penguatan Budaya Keselamatan
BANDUNG (Bindo.id) – Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menggelar Sosialisasi Tata Cara Pelaporan Mandatory Occurrence Report (MOR) dan Voluntary Reporting System (VRS) bagi penyedia jasa penerbangan di Indonesia periode ke-II Tahun 2025, yang berlangsung pada 30–31 Oktober 2025 di Bandung.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama Gali Sarjono mewakili Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, serta dihadiri sebanyak 111 peserta secara hybrid (luring dan daring) oleh perwakilan dari Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah VI – X, seluruh Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara, Bandara Khusus, Water Aerodrome, Heliport, Perum LPPNPI.
Hadir juga maskapai Penerbangan, Penyelenggara Bandara, Sekolah Penerbangan, Badan Usaha Pemeliharaan Pesawat Udara, serta Penyedia Layanan Teknis Penanganan Pesawat Udara di darat pada sesi I dan II.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) juga turut hadir sebagai narasumber bersama beberapa Direktorat Teknis di Lingkungan Ditjen Perhubungan Udara.
Melalui sesi diskusi dan sharing session, para narasumber berbagi pengalaman serta strategi dalam meningkatkan kualitas pelaporan keselamatan di lingkungan kerja masing-masing.
Gali menegaskan, aspek keselamatan penerbangan merupakan prioritas utama yang tidak dapat ditawar.
“Komitmen ini diwujudkan melalui penerapan State Safety Programme (SSP), yang menjadi mandat dari ICAO kepada setiap negara anggotanya, termasuk Indonesia. Melalui program ini, pemerintah memastikan seluruh penyedia jasa penerbangan menerapkan Safety Management System (SMS) secara konsisten dan berkelanjutan,” urai Gali.
Menurutnya, salah satu unsur penting dalam pelaksanaan SSP adalah tersedianya sistem pelaporan keselamatan yang efektif dan dapat dipercaya.
MOR merupakan sistem pelaporan wajib atas kejadian yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan, mulai dari insiden, insiden serius, hingga kecelakaan—yang membutuhkan tindak lanjut untuk menjaga keselamatan operasi penerbangan.
Sementara itu, VRS memberikan kesempatan kepada personel penerbangan untuk melaporkan secara sukarela potensi bahaya dan penyimpangan prosedur yang berisiko terhadap keselamatan penerbangan.
“Kedua sistem ini saling melengkapi; MOR berfungsi sebagai sarana korektif, sedangkan VRS berperan sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya kecelakaan penerbangan,” ungkapnya.
Gali juga mengapresiasi seluruh peserta dan narasumber yang berpartisipasi dalam kegiatan ini, termasuk dari PT Alda Trans Papua dan PT Angkasa Pura Indonesia, yang berbagi pengalaman dalam penerapan manajemen keselamatan penerbangan.
“Melalui kegiatan ini, saya berharap kita memiliki pemahaman yang sama dan semangat kolaborasi dalam meningkatkan kualitas pelaporan keselamatan serta membangun sistem pelaporan yang terbuka dan berorientasi pada penguatan budaya keselamatan secara berkelanjutan,” pungkas Gali. (bas
Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion
