Connect with us

Gaya Hidup

Waspada Penipuan, Cek 8 Hal Ini Sebelum Beli Rumah

Published

on

Ilustrasi membeli rumah [pinhome]

Jakarta, Bindo.id -Kasus-kasus perumahan mangkrak semakin banyak ditemukan akhir-akhir ini.

Pembangunan perumahan itu tak kunjung rampung, sedangkan pengembang tak dapat memberi kepastian penyelesaiannya.

Kasus-kasus ini sering menimpa konsumen yang sudah membeli sebelum rumah jadi. Konsumen langsung kepincut meski masih berbentuk gambar di brosur.

Pada umumnya konsumen tertarik membeli sebab tergiur harganya, lokasinya, melihat proyek pengembang sebelumnya yang berhasil, maupun bonus-bonus yang dijanjikan.

Harusnya konsumen jangan tergiur begitu saja. Saat membeli rumah tetap harus realistis serta memperhitungkan semua kemungkinan, terlebih saat membeli benda yang wujudnya belum ada.

Pengamat properti yang juga sebagai Direktur Global Asset Management Steve Sudijanto mengatakan saat ini semakin banyak pengembang ‘modal dengkul’ yang jago menawarkan barang namun tak punya modal yang cukup, tak amanah, serta ingin mengambil untung besar saja tanpa memikirkan reputasi jangka panjangnya.

Dia mengingatkan kepada calon konsumen, sebelum memutuskan untuk membeli rumah, periksalah hal penting ini supaya tak mudah tertipu atau jadi korban proyek mangkrak.

1. Pengembang Punya  Kredibilitas

Sebelum membeli rumah, apalagi yang belum mulai dibangun, perlu mencari tahu terlebih dahulu siapa pengembangnya.

Caranya yakni mencari di website Sistem Informasi Registrasi Pengembang (Sireng) yang dikelola BP Tapera dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Anda juga dapat memasukkan nama pengembang di mesin pencarian, misalnya Google. Pengembang yang bermasalah pasti ketahuan dari pemberitaan maupun jejak media sosial.

2. Cek Status Kepemilikan Tanah

Rumah yang dibangun juga harus dipastikan di tanah milik pengembang.

Pengecekan ini dilakukan agar terhindar dari kasus double kepemilikan tanah.

Kasus seperti ini resikonya pemilik rumah bisa tergusur atau pemilik rumah justru diminta untuk membayar ulang.

Status kepemilikan tanah tersebut bisa dilakukan dengan mengecek ke Kementerian ATR/BPN, kelurahan, atau meminta notaris untuk dibantu dicek.

3. Perizinan Pendirian Perumahan

Selain status kepemilikan tanah peelu dilihat, calon konsumen juga harus melakukan pengecekan status pendirian perumahan.

Jika status pendirian perumahan ini dilewatkan, risikonya rumah dapat digusur sebab berdiri secara illegal.

Selanjutnya, perlu memastikan lokasi lahan perumahan memang di lahan yang diijinkan negara. Kata Steve, hindari perumahan yang didirikan di lahan hijau produktif, misalnya hutan dan sawah.

“Karena status kepemilikan dan perizinan itu dua faktor utama. (Tanpa dua hal itu) bisa menghambat penyelesaian-penyelesaian rumah tersebut. Kalau rumah itu dibangun di atas tanah yang belum legal oleh developer, kan pusing kita,” tutur Steve, Senin (1/12/2025).

4. Harus Sudah Ada Infrastruktur

Saat akan membeli rumah, banyak yang memberi saran agar melakukan survei secara langsung. Alasannya tak hanya melihat langsung rumahnya, namun juga dapat melihat juga infrastruktur yang ada di sekitarnya. Misalnya kondisi jalan, irigasi, listrik, ada kali atau sungai di dekatnya.

“Kita mau beli rumah kan paling tidak jalan masuk, infrastruktur yang sangat sederhana, jalan, irigasi, air kotor dan air bersihnya sudah tersambung. Irigasi air kotornya ada, saluran airnya sudah ada, gorong-gorongnya, terus sambungan PAM, sambungan PLN, tiang-tiang penerangan jalannya sudah di tempat, terus gardu PLN-nya sudah masuk,” ucapnya.

5. Spesifikasi Bangunan

Jika urusan di atas dipastikan aman, calon konsumen baru dapat melakukan pengecekan pada bangunannya. Detail yang harus dicek yakni tentang material yang digunakan.

“Contohnya beton bertulang, atapnya baja ringan, dindingnya umpamanya dari bata ringan, beton bertulang, lantainya keramik, terus ada sambungan listriknya berapa kapasitasnya. Spesifikasi bangunan itu harus dipelajari karena itu akan tercantum di perjanjian akte jual beli (AJB) dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Itu lampiran spesifikasi bangunan itu wajib dicantumkan,” ujar Steve.

6. Fasilitas Eksternal

Faktor eksternal yang harus dicek, diantaranya fasilitas arena bermain, akses transportasi umum, ketersediaan pasar, sekolah, fasilitas kesehatan maupun rumah ibadah.

7. Dokumen Pembelian Rumah

Setelah semuanya dicek, tahap terakhir yaitu memperhatikan isi surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Bagian ini tak kalah penting sebab jika calon konsumen sudah sampai di tahap ini berarti ia sudah yakin untuk membeli. Pastikan di dalam PPJB tersebut tercantum waktu kapan SHM akan diberikan.

Di tahap ini, tak hanya dokumen-dokumen yang harus dicek. Cara pembayaran rumah juga harus dicek. Kata Steve, ada 3 cara pembayaran yaitu KPR, cash bertahap, serta cash keras atau langsung lunas.

“Saya anjurkan, membayar cicilan rumah kalau KPR itu biasanya kita bayar DP, umpamanya 10-20 persen. Itu DP-nya jangan dibayar sekaligus, ini kasus KPR. Dibayar sesuai dengan progres rumah tersebut. Jadi, kalau rumahnya sudah naik (dibangun sampai) genteng, yaudah kita bayar lunas 30 persen DP-nya, sisanya baru kita masuk ke perjanjian KPR,” tutur Steve.

Dirinya melarang keras membayar saat rumah baru peletakkan batu pertama. Sebab hal itu sangat berisiko. Dirinya meminta kepada para calon konsumen jangan mudah mengikuti perkataan pengembang sebab lebih berisiko jika ternyata proyeknya mangkrak, padahal uang sudah diberikan atau KPR sudah berjalan.

“Jadi saya saran genteng sudah terpasang rapi kita bayar 30 persen atau 20 persen atau 15 persen tergantung dari perjanjian down payment-nya baru kita masuk ke perjanjian KPR. Karena ya sudah wajar lah, bangunannya sudah ada wujudnya,” tutur Steve.

Beberapa hal di atas harus diperhatikan agar dapat terhindar dari pengembang nakal.

Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion

Advertisement
Berikan Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *