Info Nasional
Asalkan Tak Untuk Komersil, Masyarakat Adat Tak Perlu Izin Pemerintah Untuk Berkebun
![Ketua MK Suhartoyo [pajakonline]](https://www.bindo.id/wp-content/uploads/2025/10/Ketua-MK-Suhartoyo-2de22826.jpg)
Jakarta, Bindo.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan masyarakat adat diperbolehkan membuka lahan perkebunan di kawasan hutan, tanpa harus dapat izin berusaha dari pemerintah pusat.
Pada putusan perkara nomor 181/PUU-XXII/2024, MK menyebutkan bahwa izin tersebut tidak perlu asal pembukaan lahan tersebut bukan untuk tujuan komersial.
Putusan MK tersebut menjadi bagian dari dikabulkannya sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).
MK menuturkan Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Sepanjang tidak dimaknai, “dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial”,” ujar Ketua MK, Suhartoyo pada sidang yang diselenggarakan di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2025).
Sedangkan pada Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran UU Cipta Kerja semula mengatur “setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat”.
Pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nuraningsih menyebutkan larangan setiap orang melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat dikecualikan masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan serta tak ditujukan untuk kepentingan komersial.
“Ketentuan Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang 6/2023 yang mengatur mengenai larangan untuk melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat adalah tidak dilarang bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial,” ujar Enny.
Kata Enny, norma itu juga disebutkan sebagai norma sekunder yang punya keterkaitan dengan Putusan MK Nomor 95/PUU-XII/2014.
Pada putusan nomor 95 tersebut, MK memberikan perlindungan hukum pada masyarakat yang hidup di dalam hutan serta tak ditujukan untuk kepentingan komersial.
Sehingga, norma yang melarang masyarakat adat melaksanakan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin usaha tak bisa diberlakukan bagi masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan serta tak ditujukan untuk kepentingan komersial.
Untuk Kebutuhan Sehari-hari
Putusan MK tahun 2014 tersebut menyatakan kegiatan perkebunan ini hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari serta bukan untuk diperdagangkan dan memperoleh keuntungan.
Masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan yang perlu sandang, pangan, dan papan untuk kebutuhan sehari-hari tak bisa dikenakan sanksi seperti ketentuan di Pasal 110B ayat (1) dalam Pasal 37 angka 20 Lampiran UU 6/2023.
Sebab, Pasal 110B ayat (1) berisi sanksi administrasi pada pelanggaran atas Pasal 17 ayat (2) huruf b di Pasal 37 angka 5 Lampiran Undang-Undang 6/2023.
Mahkamah menuturkan sepanjang kegiatan perkebunan yang dilakukan masyarakat yang hidup secara turun temurun di dalam hutan serta tak ditujukan untuk kepentingan komersial, tak perlu ada perizinan berusaha dari pemerintah pusat.
Hal ini dikarenakan perizinan berusaha sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai serta menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion