Info Regional
Alasan Rumah Sakit Papua Tolak Ibu Hamil Hingga Sebabkan Kematian
Jakarta, Bindo.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan 4 alasan rumah sakit (RS) di Papua yang menolak Irene Sokoy (31).
Sebelumnya diberitakan, Irene merupakan seorang ibu hamil di Jayapura yang meninggal dunia sebab ditolak 4 Rumah Sakit.
Keempat RS tersebut yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari, RS Dian Harapan, RSUD Abepura, serta RS Bhayangkara.
“Dari hasil investigasi kami, ada empat hal yang menjadi penyebab utama terjadinya kejadian yang tidak kita inginkan di Papua,” tutur Direktur Jenderal (Dirjen) Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya saat konferensi pers di Kantor Kemenkes, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Apa alasan yang membuat keempat rumah sakit tersebut menolak Irene Sokoy?
Kelangkaan Dokter Spesialis
Azhar mengatakan dokter spesialis obgyn di rumah sakit pertama yang dituju Irene saat itu sedang cuti.
“Jadi begitu dokter spesialisnya pergi seminar dan sebagainya, maka terjadi kekosongan. Demikian juga dengan dokter spesialis anestesi. Jadi memang masih terjadi kelangkaan dokter spesialis,” ujar Azhar.
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Tak Optimal
Di rumah sakit kedua yaitu Rumah Sakit Abepura, pemeliharaan sarana dan prasarana tak optimal. Ketika Irene menuju RS Abepura, ada 4 ruang operasi di rumah sakit itu sedang direnovasi.
“Di mana di RS tersebut empat kamar operasinya semuanya sedang direnovasi. Jadi ini jelas tidak bisa melakukan operasi pada waktu yang bersamaan,” kata Azhar.
Tak Jalankan SOP dengan Baik
Alasan ketiga yakni prosedur operasional standar yang tak dijalankan dengan baik di lapangan.
Di RS Bhayangkara, keluarga Irene diminta membayar uang muka senilai Rp 4 juta. Alasannya yakni ruang untuk peserta BPJS Kesehatan sudah penuh.
“Di mana seharusnya seorang pasien berada dalam keadaan darurat itu tidak boleh diminta administrasi atau pertanggungjawaban (biaya), harus ditolong dulu. Distabilkan, baru kita bicara soal administrasi,” tutur Azhar.
Harus Perbaiki Sistem Referensi
Alasan terakhir yang dijelaskan Azhar yakni pihaknya harus melakukan perbaikam sistem referensi.
Kata Azhar, Kemenkes berjanji akan memperbaiki sistem pelayanan kesehatan, khususnya dalam menangani pasien gawat darurat supaya kejadian tersebut tak terjadi lagi.
“Yang keempat, ya tentu saja ada sistem referensi yang harus kita perbaiki. Itu adalah empat hal. Kami akan mencoba fokus untuk menangani agar kejadian ini tidak terjadi lagi, termasuk dalam memberikan dokter dan sebagainya,” tutur Azhar.
Harus Dilayani
Di kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan kepada semua pimpinan rumah sakit bahwa pasien gawat darurat atau emergency harus dilayani tanpa ada alasan apapun.
“Karena di Undang-Undang Kesehatan yang baru, sanksinya jelas bagi pimpinan rumah sakit yang tidak melayani pasien di masa kegawatdaruratan,” ujar Budi ketika ditemui di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis (27/11/2025).
“(Pasien) itu harus dilayani dan BPJS pun pasti akan membayar. Jadi tidak ada alasan bahwa itu tidak terlayani,” lanjutnya.
Budi mengaku sudah melakukan koordinasi bersama Kepala Dinas Kesehatan untuk memberikan tugas pelatihan dan pengawasan bagi semua pihak, termasuk tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit.
Budi berjanji, pihaknya akan melakukam perbaikan tata kelola rumah sakit, terutama rumah sakit di daerah-daerah dengan berkoordinasi bersama Kepala Daerah.
“Itu harus diperbaiki. Kami terus melakukan advokasi kepada Kepala Daerah, Bupati, Wali Kota, Gubernur. Karena rumah sakit-rumah sakit daerah ini bisa di bawah wewenang mereka,” tutur Budi.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion
