Connect with us

Info Regional

Yayasan Grapiks Bekasi Gelar Konferensi Pers Dorong Implementasi Social Contracting Penanggulangan HIV

Published

on

Foto istimewa/dok

Bekasi (Bindo id)  – Yayasan Graha Prima Karya Sejahtera (Grapiks) Bekasi gelar Press Conference Local Media for Ensuring Implementation Social Contracting di Kota Bekasi, Senin (17/11/2025).

Tujuan kegiatan ini untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam penanggulangan HIV/AIDS, khususnya pada populasi kunci Pekerja Seks Perempuan (PSP) di Kota dan Kabupaten Bekasi. dan merupakan bagian dari Program Community System Strengthening Human Rights (CSSHR).

Direktur Yayasan Grapiks Bekasi, Daniel Ramadhan, menjelaskan bahwa lembaganya berfokus pada upaya menjangkau serta mendampingi pekerja seks perempuan yang termasuk kelompok paling rentan tertular HIV.

“Kami tugasnya menjangkau dan mendampingi pekerja seks perempuan yang menjadi populasi kunci kelompok yang rentan tertular HIV. Mandat program kami adalah menjangkau itu,” ungkapnya 

Daniel pun mengatakan, selain penjangkauan lapangan, lembaganya juga menjalankan program advokasi untuk mendorong pemerintah daerah memperkuat peran strategis dalam penanganan HIV.

“Kami memiliki program community system strengthening human rights, yang tugasnya melakukan advokasi audiensi kepada pemerintah daerah untuk bersama-sama bersinergi membangun kolaborasi dan konsep pengenalan HIV lebih masif lagi,” jelannya.

Yayasan Grapiks juga memiliki divisi paralegal sebagai wadah pengaduan bagi populasi kunci yang mengalami stigma, diskriminasi, maupun kekerasan.

Setiap tahun, Yayasan Grapiks melakukan pemeriksaan HIV dan sifilis kepada para pekerja seks perempuan di Kota Bekasi. Menurut Daniel, jumlahnya mencapai sekitar 1.600 orang per tahun.

Ia menjelaskan bahwa pekerja seks dalam program mereka terbagi menjadi dua kategori: pekerja seks langsung dan tidak langsung.

“Pekerja seks langsung adalah perempuan yang bekerja memang untuk transaksi seksual. Pekerja seks tidak langsung adalah perempuan yang pekerjaan utamanya bukan pekerja seks, tapi di waktu-waktu tertentu dia open BO atau menjajakan layanan seksual,” paparnya.

Baca Juga  Gempa M 4,9 Dan Gempa Susulan M 2,1 Guncang Bekasi

Meski jumlah populasi pekerja seks masih cukup besar, angka prevalensi HIV di Kota Bekasi berada di bawah rata-rata nasional.

“Angka rata-rata nasional pekerja seks yang terinfeksi HIV itu 2–4 persen. Tapi di Kota Bekasi angkanya tinggal 1 persen. Dari 100 pekerja seks yang kami tes HIV, hanya satu yang positif,” kata Daniel.

Ia menegaskan bahwa upaya penjangkauan, edukasi, dan pemeriksaan akan terus dilakukan guna menekan angka infeksi hingga mendekati nol.

Dalam paparannya, Daniel menyoroti akar persoalan yang membuat jumlah pekerja seks di Bekasi tetap tinggi, yakni antara lain tingginya permintaan (demand) dari laki-laki dan tingginya suplai (supply) karena faktor ekonomi.

“Selama dua hal ini tidak bisa kita kurangi, maka akan melimpahlah pekerja seks di Kota Bekasi karena demand-nya cukup banyak,” ujarnya.

Ia menilai berbagai lembaga dan tokoh masyarakat semestinya mengambil peran aktif dalam menekan permintaan tersebut.

“Siapa yang punya tugas untuk mengurangi permintaan pekerja seks? Edukasi kepada para laki-laki harus masif. Bagaimana peran MUI, peran Kemenag, dan lembaga-lembaga lain? Mereka harus membina laki-laki ini agar tidak menciptakan demand,” katanya.

Sementara dari sisi suplai, Daniel menilai semakin sulitnya lapangan pekerjaan memicu sebagian perempuan memilih menjadi LC atau melakukan open BO demi kebutuhan ekonomi.

“Kami Yayasan Grapiks bekerja di tengah, melakukan pengawasan dan pengontrolan supaya pekerja seks tidak sakit, tidak kena penyakit seksual, tidak kena Aids. Peran kami di situ,” tegasnya.

Daniel mengungkapkan bahwa kecenderungan usia pekerja seks di Bekasi kini semakin muda.

“Saat ini banyak pekerja seks yang usianya masih belia, masih 20-an. Kalau yang usia 30 atau 40 itu ada, tapi skalanya jauh lebih kecil. Demand-nya memang permintaan yang muda-muda, ya supply mengikuti,” jelasnya.

Baca Juga  Evakuasi Tiang LAA, Perjalanan Commuter Line Bekasi-Cikarang Hanya Sampai Stasiun Cakung

Menurut Daniel, persoalan HIV/AIDS juga berkaitan dengan minimnya edukasi kesehatan reproduksi pada remaja.

“Kita punya komisi penanggulangan Aids, ada promkes di Dinas Kesehatan, ada Dinas Pendidikan. Harusnya mereka punya program masif untuk memberikan edukasi kepada remaja,” katanya.

Ia menilai banyak sekolah belum memberikan pendidikan kesehatan reproduksi secara memadai, sehingga remaja memasuki masa pubertas tanpa pendampingan yang layak.

“Pembelajaran tentang kesehatan reproduksi remaja itu masih terabaikan. Saat remaja menstruasi, mereka butuh pendampingan. Ini tidak mereka dapatkan. Bicara HIV, kita bicara hulunya: pola asuh dan edukasi sejak dini,” tutup Daniel.(ahmad))

Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion