Ekonomi
Ini Dampak Buruk Jika Indonesia Ekspor Kayu Mentah
Jakarta, Bindo.id – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mencatat ada potensi buruk apabila pemerintah memberlakukan relaksasi ekspor kayu mentah (log kayu).
Menurut Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, relaksasi ekspor log kayu akan mengancam ketersediaan bahan baku, memicu kenaikan harga, serta membuka jalan menuju deindustrialisasi dini, khususnya sektor furniture dan kerajinan yang menyerap lebih dari 2,1 juta tenaga kerja.
“Relaksasi ekspor bahan mentah (kayu), seberapapun dibungkus argumen teknis, berpotensi mengganggu suplai bahan baku, memicu kenaikan harga, dan membuka jalan menuju deindustrialisasi dini,” tutur Abdul Sobur saat keterangan pers, Selasa (25/11/2025).
Indonesia sebelumnya pernah mengekspor log kayu tanpa pertimbangan hilirisasi, sehingga hutan terkuras. Saat itu Indonesia gagal membangun industri pengolahan kayu yang kuat.
Keran ekspor log yang akan dibuka kembali justru akan membawa Indonesia mundur di saat produk furnitur nasional sedang memperoleh tempat terhormat di pasar global.
Kata Sobur, apabila kayu bulat hanya dihargai sekitar 150-200 dollar AS per meter kubik, nilai produk furnitur dapat mencapai 2.000-5.000 dollar AS per meter kubik.
Sehingga, menjual kayu mentah dinilai hanya memberi keuntungan jangka pendek. Selain itu juga mengorbankan potensi nilai tambah industri di dalam negeri.
Dirinya mengatakan pilihan semacam itu ibarat menukar masa depan industri nasional dengan keuntungan yang sesaat.
“Indonesia pernah kehilangan kesempatan emas pada era ekspor kayu mentah. Hutan habis, tetapi kita tidak memiliki industri yang tangguh. Nilai tambah menguap keluar negeri, dan bangsa ini hanya menjadi penonton,” ujarnya.
Dirinya mencontohkan, Vietnam melarang ekspor log sejak 1992 dan saat ini bisa membukukan ekspor furnitur hingga 17 miliar dollar AS.
“Vietnam menjadi besar bukan karena menjual kayu, tetapi karena mengolahnya,” ujar Sobur.
Relaksasi ekspor kayu bulat juga bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang memerintahkan negara menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri, memperkuat struktur industri berbasis nilai tambah, dan juga membatasi ekspor bahan mentah yang berpotensi mengganggu pasokan industri.
Meskipun menolak, HIMKI tak hanya memberikan kritik. Organisasi ini mengusulkan pendekatan teknis yang lebih terukur, diantaranya pengaturan diameter kayu, peningkatan integrasi sektor hulu-hilir, serta penguatan tata kelola maupun efisiensi logistik.
Kata Sobur, solusinya bukan membuka ekspor bahan mentah. Solusinya yakni memastikan kayu berkualitas tinggi bisa dimanfaatkan industri lokal sehingga bisa menghasilkan nilai tambah yang berlipat.
Ikuti berita terkini dari BINDO di
YouTube, dan Dailymotion
